Tuesday, December 5, 2017

Sedikit Mengenai Belajar






Gaya macam-macam mahasiswa itu bermacam-macam. Sangat banyak dan variatif. Sama variatifnya dengan berbagai alasan untuk tidak membaca buku yang menjadi bahan bacaan wajib atau sekuder dalam satu mata kuliah. Pada akhir semester mahasiswa mendapatkan nilai dalam bentuk huruf. Ragam penilaian bermacam-macam, namun lazimnya menggunakan Huruf A hingga E.

Terdapat tiga hasil belajar menurut Anderson (2010) yang pertama adalah tidak ada aktivitas belajar, kedua belajar menghapal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningfull learning).


Tiada Aktivitas Belajar

Seorang mahasiswa (anggap saja namanya Joko) membaca buku teks sains pada bab tentang rangkaian listrik untuk menghadapi tes. Ia membacanya sepintas lalu lantaran merasa yakin bahwa tesnya gampang. Saat mengingat kembali materi pelajarannya di kelas, ia hanya mampu menyebutkan sedikit sekali istilah dan fakta kuncinya. Joko tidak terlalu memperhatikan atau memahami materi yang diajarkan gurunya di kelas. Pada dasarnya, ia tidak ada belajar di sini.

Belajar Menghapal

Gunawan membaca buku dan bab yang sama seperti yang dibaca Joko. Ia membaca setiap kata dengan cermat. Ia membaca seluruh bab itu dan mengingat fakta-fakta kuncinya. Ia masih ingat hampir semua istilah dan fakta penting yang diajarkan gurunya dikelas. Berbeda dengan Joko, Gunawan dapat menyebutkan dengan baik komponen-komponen pokok pada rangkaian listrik. Akan tetapi, sewaktu diminta menggunakan informasi tersebut untuk enyelesaikan masalah, Gunawan tidak bisa. Ia pun tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana tetang diagnosis masalah pada rangkaian listrik. Gunawan menyimak informasi yang relevan, tetapi ia tidak dapat memahaminya dan, karenanya, tidak dapat menggunkannya. Hasil blajar semacam ini disebut belajar menghapal.

Belajar Bermakna

Starla membaca bab tentang rangkaian listrik yang sama. Ia membaca secara teliti ddan berusaha memahaminya. Sebagaimana Gunawan, ia adapat menyebutkan hampir semua istilah dan fakta penting yang diajarkan di kelas. Sewaktu diminta menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan masalah, ia dapat mengemukakan banyak alternatif solusi. Hasil belajar seperti ini dinamakan belajar yang bermakna.

Jika kita melihat tiga gaya belajar dan hasil belajarnya maka kita akan mendaptkan pertanyaan sederhana, yaitu apa itu belajar? banyak definisi belajar menurut para ahli;

1.    Harold Spears (1955) menyatakan bahwa learning is to observe, to read, imitate, to tray something themselves, to listen, to follow direction. Definisi ini lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan ketika orang belajar.

2.    Lester D. Crow dan Alice Crow (1958) menyatakan belajar adalah perolehan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap, termasuk cara baru melakukan sesuatu dalam upaya-upaya seseorang dalaam mengatasi kendala atau menyesuaikan situasi yang baru.

3.    Cronbach (1960) learning is shown by a chage in behavior as a result of experience. Definisi ini menekankan pada perubahan, akan tetapi dijelaskan juga bahwa perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku.

4.    Hilgard dan Bower (dalam snelbecker, 1974) belajar adalah suatu proses di mana sebuah aktivitas dibentuk atau diubah melalui reaksi terhadap situasi yang dihadapi, yang mana karakteristik perubahan tersebut bukan disebabkan kecenderuangan respons alami, kematangan atau perubahan sementara karena sesuatu hal. Definisi ini menekankan belajar sebagai proses, bukan sebagai hasil seperti kebanyakan definisi sebelumnya.

5.    Gagne dan Briggs (1979) dalam buku Principles of Intructional Design mendefinisikan belajar sebagai serangkaian proses kognigtif yang mentransformasi stimulasi dari lingkungan ke dalam beberapa fase pemprosesan informasi yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu kapabilitas yang baru. Definisi ini menekakkan pula pada proses namun ditekankan bahwa proses yang dimaksud adalah proses kognigtif.

6.    Bell-Gredler (1986) menyatakan belajar sebagai proses perolehan berbagai kompetensi, keterampilan, dan sikap.

7.    Catherine Twomey Fosnot (1996) dalam buku Contructivism: Theory, Perpective, and Practice menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dnegan konflik antara model pribadi yang telah ada dan hasil pemahaman yang baru tentang dunia ini hasil konstruksinya, manusia adalah makhluk yang membuat makna melalui aktivitas sosial, dialog dan debat.

8.    Paul Eggen dan Don Kauchak (1997) dalam buku yang berjudul Educational Psychology Windows on Classroom mengemukakan definisi belajar berdasarkan perspektif kognigtif, yaitu: belajar adalah perubahan struktur mental individu yang memberikan kapasitas untuk menunjukkan perubahan perilaku.

9.    Sumadi Suryabrata (2002) menyatakan abhwa belajar adalah suatu proses yang meiliki tiga ciri, yaitu: (1) proses tersebut membawa perubahan (baik aktual maupun potensial), (2) perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru, dan (3) perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja). Definisi ini menekankan pada hasil belajar berupa perubahan pada diri seseorang.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa terdapat empat poin penting yang menjadi indikator dari belajar.

1.    Belajar adalah sebuah proses yang memungkinkan seseorang memperoleh dan membentuk kompetensi, keterampilan, dan sikap baru;

2.    Proses belajar melibatkan proses-proses mental internal yang terjadi berdasarkan latihan, pengalaman, dan interaksi sosial;

3.    Hasil belajar ditunjukan oleh terjadinya perubahan perilaku (baik aktual maupun potensial); dan

4.    Perubahan yang dihasilkan dari belajar relatif permanen.

Jadi itulah kesimpulan secara sederhana mengenai belajar. Mahasiswa, mempunyai gaya belajar yang telah dijelaskan di atas, ddan memiliki hasil yang beraga dan bermacam. Jika hasil atau nilai yang diinginkan atau ditargetkan kurang memuaskan, maka pertanyaan sederhananya adalah apakah kita telah melalui proses belajar? sehingga kita memahami bahwa belajar bukan hanya sekedar datang, duduk, diam tanpa ada proses berikutnya. Selamat belajar.



DAFTAR PUSTAKA



Khodijah, Nyayu.2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rajawali Press

Anderson, Larin W. Krathwohl, David R. 2010. The Taxonomy FOR Learning Teaching, and assessing: A Revision of Bloom`s Taxonomy Of Educational Objective. Abridged Edition (Terjemahan). Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Thursday, November 23, 2017

Kurikulum (sebuah mukadimah)



            Dimedia televisi, radio, ataupun jejaring sosial banyak orang berkomentar, berpendapat, berwacana ataupun berdiskusi mengenai pendidikan di Indonesia. Pendidikan pada masa sekarang ini dianggap mempunyai kesalahan, kekurangan dan tambal sulam dalam hal kebijakan yang fundamental adalah kurikulum. Banyak masyarakat awam atau akademisi menyalahkan kurikulum. Kalimat yang sering terlintas adalah “kurikulum di Indonesia seharusnya seperti ini, atau selayaknya seperti itu” namun sebelum kita beranjak ke bulan, mari kita lihat terlebih dahulu definisi kurikulum.
kegiatan belajar di setting oleh kurikulum?

            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran, serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar-mengajar (SK MENDIKNAS No.23/U/2000). Sementara menurut Wibawa (2016) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran untuk mencaai tujuan pendidikan tertentu. Soetjipto (2004) ) kurikulum dapat diartikan dalam arti sempit dan luas. Dalam pengertian sempit, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan disekolah; sedangkan dalam pengertian luas kurikulum adalah semua pengaaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa dalam usaha menghasikan lulusan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jika kita perhatikan beberapa statement di atas dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rancangan yang mengatur, menjadi garis besar dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini yang menyebabkan kurikulum akan selalu berganti. Karena perkembangan zaman, maka hasil dari pendidikan harus mengikuti perkembangan zaman.

Indonesia telah beberapa kali mengganti kurikulum. Dimulai pada tahun 1947, 1952, 1964, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013. Wibawa (2016) Secara sederhana, periode tahun 1947-1968 merupakan masa Kurikulum Rencana Pelajaran. Pada masa ini. Pemerintah Indonesia yang baru lahir berupaya mengembalikan arah pendidikan yang berorientasi kolonial menjadi pendidikan yang sesuai dengan kepentingan nasional.kemudian, pada perioe tahun 1975-1994 kurikullum dirancang untuk berorientasi pada pencapaian tujuan. Periode berikutnya adalah tahun 2004-2006. Dua kurikulum yang berlaku adalah Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), KTSP digantikan oleh Kurikulum 2013.

Kurikulum 1947

Kurikulum pertama ini disebut juga Rencana Pelakaran tahun 1947 atau leer plan. Kurikulum ini mencoba mengubah perspektik yang awalnya bernuansa Jepang (penjajah) menjadi lebih kepada Indonesia sentris dan menguntungkan bagi Indonesia. Karena pergolakan revolusi, rencana Pelajaran Tahun 1947 baru bisa diterapkan pada tahun 1950 sehingga disebut juga sebagai kurikulum tahun 1950. Yang menonjol dari kurikulum ini adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat daripada pendidikan pikiran. Wibawa (2016) ada 16 mata pelajaran di tingkat Sekolah Rakyat dengan pelajaran tambahan bahasa daerah di Jawa, Sunda, dan Madura. 

Kurikulum Tahun 1952

Kurikulum ini disebut juga sebagai Rencana Pelajaran Terurai Tahun 1952.  Terdapat perbedaan dengan kurikulum sebelumnya yaitu pendidikan pikiran harus dikurangi, isi pelajran harus dihubungkan dengan kesenian, pendidikan watak, pendidikan jasmani, dan kewarganegaraan masyarakat.

Kurikulum Tahun 1964

Kurikulum ini disebut juga Rencana Pendidikan. Kurikulum ini lebih memfokuskan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, moral (pancawardhana) peserta didik. Wibawa (2006) Secara umum, mata pelajaran juga diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi, yaitu moral, kecerdasan, Emosional/Artistik, keterampilan, dan jasmaniah.

Kurikulum Tahun 1968

Kurikulum 1968 ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani serta mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

Kurikulum Tahun 1975

Kurikulum 1975 berorientasi pada tujuan dan menganut pendekatan integratif. Makna integratif adalah setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif. Wibawa (2016) Setiap satuan pelajaran dirinci lagi menjadi petunjuk umum, tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, dan evaluasi.

Kurikulum Tahun 1984

            Kurikulum ini lebih dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)  tujuan dari kurikulum ini adalah keterampilan proses (skill approach) dimana guru menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum memberikan latihan kepada peserta didik.

            Kurikulum Tahun 1994

Kurikulum tahun ini mengubah sistem pembagian waktu pelajaran dari yang sistem semeter ke catur wulan. Penekanan dalam pengajaran adalah kepada konsep, serta keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

Kurikulum Tahun 2004

Kurikulum Tahun 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan tugas-tugas tertentu, sesuai dengan standdar kompetensi yang telah ditetapkan.

Kurikulum Tahun 2006

Tidak berselang dari kurikulum 2004 terdapat kurikulum 2006. Kurikulum ini diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini memberikan kebebsan kepada guru untuk mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan sekolah. Dalam mengembangkan kurikulum, guru mengacu kepada Kerangka Dasar (KD), Standdar Kompetensi Lulusan (SKL), serta Standa Kompetensi dna Kompetensi Dasar (SKKD)

Kurikulum Tahun 2013

Kurikulum 2013 atau pendidikan berbasis karakter menggunakan pendekatan tematik integratif untuk level SD. Kemudian untuk level SMA dan SMK terdapat mata pelajaran Wajib dan Peminatan.

Dari beberapa kurikulum yang dihasilkan dapat kita simpulakan bahwa semua progaram yang dibuat oleh pemerintah adalah untuk kebaikan. Namun sifatnya yang parsial mengakibatkan seolah pendidikan berjalan sendiri. Banyak para pakar pendidikan berpendapat, namun belum bisa menjadikan suatu grand design bagi pendidikan Indonesia dalam bentuk yang terencana. Hal ini dikarenakan pemerintah belum menjadikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang karena itulah kurikulum hanya bersifat temporari atau bahasa lainnya (ganti pejabat ganti kurikulum).





Daftar Referensi:

Idi, Abdullah. 2009. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta Ar-Ruzz Media

Idris, Zahara. Jamal, Lisma. 1992. Pengantar Pendidikan 1. Jakarta. Grasindo

------.1992. Pengantar Pendidikan 2. Jakarta. Grassindo

Soetjipto. Kosasi, Raflis.2004. Profesi Keguruan. Jakarta. Rineka Cipta

Wibawa, Basuki. 2016. Manajemen Pendidikan: Teknologi Kejuruan dan Vokasi. Jakarta. Bumi Aksara